Majalah “Violeta” yang saya temukan di penjual buku-buku bekas ini adalah terbitan 8 Oktober 1974 edisi ke-126. Saya lahir beberapa hari sepuluh tahun kemudian. Sudah barang tentu majalah ini tidak lagi bisa kita dapatkan sekarang.

Saya kurang menyimak isi artikel majalah ini sehingga tidak bisa memperkirakan sasaran pembelinya, tidak semudah menebak segmen pembeli majalah anak-anak “Bobo” (yang hebatnya masih bertahan dengan usia yang bahkan lebih tua dari “Violeta” ini).

Namun ada satu halaman yang menarik bernama “Romantika Mahasiswa”. Sebuah rubrik yang menampung cerita-cerita singkat mahasiswa mengenai kehidupan seputar kampus. Rupa-rupanya ada persoalan abadi yang diderita oleh mahasiswa setiap jaman, yaitu kiriman uang jajan yang telat dari orang tua. Oh, tentu bagi mereka mahasiswa perantau yang hidup jauh dan indekos.
“Badan yang memang kurus ini akan jadi bertambah kurus”, kata salah satu artikel mengenai pengalaman mahasiswa indekos.
Membaca majalah lama membuat saya membanding-bandingkan dengan keadaan 35 tahun kemudian dari majalah itu, yaitu saat ini.
Dalam bentangan waktu sepanjang itu, sungguh perubahan drastis yang terjadi sangat luar biasa banyak. Jika pada jaman mahasiswa indekos saat itu, mahasiswa menunggu kiriman “wesel” dari orang tua mereka (kiriman uang), katanya, maka jaman sekarang kita menunggu “transferan”, dan cukup diambil lewat “ATM”.
Jika kiriman telat, maka cukup “SMS” saja maka detik itu juga pesan akan sampai kepada yang bersangkutan. Tentu saja dengan syarat “pulsa” tidak dalam keadaan sekarat, toh kalaupun demikian bisa meminjamkan “HaPe” kawan indekos.
Dengan makin maraknya HaPe dan paket telepon murah, maka sekarang tidak ada lagi yang namanya surat cinta. Kita bisa menggunakan fasilitas SMS dan telepon, dan dijamin langsung menuju ke orang yang dinginkan, he he he.
Belum lagi dengan berkembangnya internet, maka sekarang kaum “blogger” bisa mengekpresikan pengalaman, pemikiran, dan isi hatinya sebebas-bebasnya. Kaum pemilik akun “Facebook” juga makin rajin berinteraksi dengan kawan-kawan yang dekat mapunun nun jauh sekalipun. Foto-foto bisa langsung diunggah (Upload) untuk dibagikan agar bisa dilihat para “friend” di situs jejaring sosial ini.
Oh revolusi teknologi, sesuatu yang tidak dinikmati mahasiswa 35 tahun yang lalu itu mungkin membuat mereka iri, mungkin juga tidak karena tantangannya kurang, kata mantan seorang mahasiswa jadul. Istilah-istilah baru juga bermunculan di belantara pergaulan mahasiswa masa kini, termasuk kata “jadul” yang saya pakai.
Tapi ngomong-ngomong, mengapa di rubrik “Romantika Mahasiswa” majalah jadul itu menampilkan gambar seorang artis yang berpakaian sedemikian sehingga bisa dijerat oleh hukum saat ini. Titik Anggraini, nama artis tersebut, yang tertulis berpose aduhai sehingga membuat hati dag-dig-dug, apalagi di bulan puasa ini. Apakah ini juga cermin dari persoalan abadi yang selalu muncul dalam cunia mahasiswa?

Dunia mahasiswa, dunia yang penuh cerita. Tulisan ini hanya berusaha memotret sebagian kecil di antaranya, bukan berusaha untuk mengatakan dunia mahasiswa hanya berkisar di wilayah “transferan” atau “dag-dig-dug” saja. Masih banyak sisi lain kehidupan mahasiswa, yang sangat menarik untuk diceritakan, betul?
(Jika saya menggunakan kata “mahasiswa” ini juga mencakup “mahasiswi”, karena saya malas menulis “mahasiswa/i”, :) )

Apabila mahasiswa tahoen 1974 iri dengan ATM dan SMS kita, maka kita djoega akan iri dengan mahasiswa Indonesia tahoen 2044. Jika kita haroes banting toelang oentoek sekedar pergi ke Swedia pakai pesawat, maka kita akan iri dengan teleport murah mereka. Mereka akan poelang pergi Mars-Boemi kajak Singosari-Blimbing. Makan Pizza di Roma, makan burger di Dallas, dan makan kentang goreng di Blimbing City.
BalasHapusYah betoel sekali. Dengan adanja kemajoean tehnologi, kita yang akan iri dengan generasi 35 tahaoen ke depan. Ataoe, bisa saja tidak, karena kurang tantangannja, hahaha
BalasHapus